Selasa, 13 Mei 2014

Alat Tangkap Ikan

MACAM-MACAM ALAT TANGKAP IKAN

1.    Tuna Long Line
http://www.bluepeacemaldives.org/blog/wp-content/uploads/2010/03/longline-fishing1.jpgRawai tuna atau tuna longline adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner biasanya mengoperasikan 1.000 – 2.000 mata pancing untuk sekali turun.
Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera. Alat tangkap ini bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan. sehingga kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arah arus atau sering disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya mata pancing diangkat kembali ke atas kapal.
Umpan longline harus bersifat atraktif. misalnya sisik ikan mengkilat, tahan di dalam air, dan tulang punggung kuat. Umpan dalam pengoperasian alat tangkap ini berfungsi sebagai alat pemikat ikan. Jenis umpan yang digunakan umumnya ikan pelagis kecil, seperti lemuru (Sardinella sp.), layang (Decopterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan bandeng (Chanos chanos).
Unit Penangkapan Rawai Tuna :
a. Alat Tangkap
Alat tangkap rawai tuna dioperasikan menggunakan kapal khusus rawai tuna yang memiliki buritan cukup luas untuk pengoperasian rawai menggunakan line hauler. Kapal yang digunakan berukuran yang bervariasi sekitar 30-600 GT. Ukuran kapal tersebut menentukan jumlah hari trip penangkapan yang dilakukan.
Bahan pembuatan kapal ada yang terbuat dari kayu, FRP dan baja. Bahan kapal juga tergantung kepada ukuran besar kapal. Ukuran kapal lebih dari 150GT umumnya terbuat dari baja.
b. Alat Tangkap Rawai
            pada dasarnya rawai tuna terdiri atas 3 komponen utama, yaitu pelampung rangkaian tali temali dan pancing. Pada pancing dilengkapi dengan umpan berupak ikan utuh jenis pelagis kecil yang disukai ikan tuna. Jumlah pancing yang digunakan berkisar antara 800-2000 pancing dengan panjang rentang tali bisa mencapai ratusan kilimeter.
c. Alat bantu penangkapan
           Alat bantu yang dipergunakan dalam pengoperasian rawai tuna adalah lampu apung atau radio apung yang berfungsi sebagai pendeteksi keberadaan atau posisi alat tangkap. Selain itu juga umumnya dilengkapi dengan line hauler, line thrower, belt conveyor, penggulung tali cabang dan peralatan oceanografi.
d. Kendala Operasional Rawai Tuna
            Usaha perikanan secara umum pada tingkat operasional tentu saja akan mengalami berbagai kendala, begitu juga dengan usaha perikanan rawai tuna. Beberapa kendala yang diamati oleh penulis adalah penentuan lokasi daerah penangkapan yang tepat, penggunaan peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya, dan penangananan ikan hasil tangkapan.
Penanganan ikan hasil tangkapan pada kapal rawai tuna ini umumnya sudah memenuhi standar kualitas penanganan mutu yang diinginkan oleh konsumen. Namun demikian, penanganan ikan pun membutuhkan keterampilan pemilahan ikan dari kail dan penggunaan teknologi yang digunakan untuk menyimpan ikan. Solusi Operasional Rawai Tuna yang Efektif dan Efisien Solusi usaha perikanan rawai tuna yang efektif dan efisien bukanlah jawaban yang mudah. Namun demikian, penulis mencoba membahas berdasarkan faktor-faktor kendala sebagaimana dijelaskan di atas. Teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya tuna disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan sasaran. Tuna (Thunnus spp.) dan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan jenis ikan perenang cepat yang bergerombol. Oleh karena itu, alat tangkap ikan menggunakan rawai tuna harus disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Umumnya tuna dan cakalang dapat tertangkap pada keldalaman 0-400 meter. Salinitas perairan yang disukai berkisar 32-35 ppt atau di perairan oseanik dan suhu perairan berkisar 17-31 C. Penentuan daerah penangkapan dengan tepat dapat dilakukan dengan dukungan berbagai informasi dan bantuan teknologi yang terus berkembang selain dengan secara visual langsung di perairan.
 Penggunaan teknologi saat ini adalah penginderaan jauh kelautan dan hidroakustik yang menentukan daerah penangkapan dengan menganalisis secara fisika kimiawi perairan. Riani (1998) menngungkapkan bahwa penggunaan teknologi sangat membantu dalam pencarian sumberdaya ikan yang baru, sehingga akan mempercepat pengambila keputusan atau kebijakan, terutama untuk menetapkan daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat dipertahankan. Keterampilan ABK dalam penggunaan peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya merupakan tuntutan dalam pengoperasian rawai tuna di laut lepas. Kemampuan tersebut diperlukan agar proses operasi mulai dari pencarian daerah penangkapan ikan dapat segera diketahui menggunakan teknologi akustik dan inderaja terbaru, penurunan dan pengangkatan rawai berhasil dengan baik, penanganan ikan tangkapan juga memenuhi standar baku yang ditentukan oleh konsumen




2.    Pukat Cincin (Purse Seine Fishing)
http://chickenofthesea.com/media/images/products/purse_seine_fish.jpg
Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Dewasa ini tidak terlalu banyak dilakukan penangkapan tuna menggunakan pukat cincin, kalau pun ada hanya berskala kecil.
Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line di antara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat meloloskan diri. Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk.
Pukat cincin dapat dioperasikan siang atau malam hari. Pengoperasian pada siang hari sering menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Sedangkan alat bantu pengumpul yang sering digunakan di malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan lampu petromaks.
Konstruksi :
Dilihat dari segi konstruksi maka bagian/komponen pukat cincin dapat dikelompokkan dalam 4 bagian besar yaitu: (1) badan jaring, (2) tali kerut, (3) cincin (ring) serta (4) pelampung dan pemberat, (5) tali selambar.
Berdasarkan Subani dan Barus (1989) konstruksi dari pukat cincin terdiri atas:
1. Bagian jaring, nama bagian-bagian jaring ini belum mantap, tetapi ada yang membagi menjadi 2 yaitu bagian tengah dan jampang. Namun yang jelas ia terdiri dari 3 bagian, yaitu: Jaring utama, bahan nilon 210 D/9, # 1 inci (1#) Jaring sayap, bahan dari nilon 210 D/6, # 1 inci (1#); Jaring kantong, # 3/4 inci (3/4”).
2. Srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang fungsinya untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Bagian ini langsung dihubungkan dengan tali temali. Srampatan dipasang pada bagian atas, bawah dan samping dengan bahan dan ukuran mata yang sama, yakni PE 380 (12, # = 1 inci) (1”) sebanyak 20,25 dan 20 mata.
3. Tali-temali.
4. Tali pelampung, bahan PE, diameter 10 mm, panjang 420 m.
5. Tali ris atas, bahan PE, diameter 6 mm dan 8 mm, panjang 420 m.
6. Tali ris bawah, bahan PE, diameter 6 mm dan 8 mm, panjang 450 m.
7. Tali pemberat, bahan PE, diameter 10 mm, panjang 450 m.
8. Tali kolor, bahan kuralon, diameter 26 mm, panjang 500 m.
9. Tali selambar, bahan PE, diameter 27 mm, panjang bagian kanan 38 m dan kiri 15 m.
10. Pelampung, ada 2 pelampung dengan bahan yang sama yakni synthetic rubber (SR). Pelampung Y-50 dipasang di pinggir kiri dan kanan 600 buah dan pelampung Y-80 dipasang di tengah sebanyak 400 buah. Pelampung yang dipasang di bagian tengah lebih rapat dibanding dengan bagian pinggir.
11. Pemberat, terbuat dari timah hitam sebanyak 700 buah dipasang pada tali pemberat.
12. Cincin, terbuat dari besi dengan diameter lubang 11,5 cm, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1 meter dengan jarak 3 meter setiap cincin. Ke dalam cincin ini dilalukan purse line.
Kapal pukat cincin adalah kapal yang secara khusus dirancang dan dibangun untuk digunakan menangkap ikan dengan alat penangkap jenis pukat atau sering juga disebut pukat cincin, dan sekaligus menampung, menyimpan, mendinginkan dan mengangkutnya. Kapal pukat cincin ukuran 30-100 GT adalah kapal pukat cincin yang khusus dioperasikan untuk menangkap ikan jenis pelagis yang selalu bermigrasi dalam bentuk schooling fish, seperti ikan tongkol besar dan cakalang. Kekhasan kapal pukat cincin terutama yang beroperasi pada waktu malam hari adalah pada bagian atas kapal, sisi atas wheel house, dilengkapi dengan lampu-lampu merkuri.
Tiap kapal pukat cincin ukuran di atas 30 GT seharusnya minimal dilengkapi dengan power block yang berfungsi untuk membantu menarik jaring dari dalam air ke atas dek kapal, atau di kapal-kapal pukat cincin Indonesia fungsi power block dapat diganti dengan capstan yang dipasang di atas dek kapal. Alat bantu penangkapan lainnya yang disarankan adalah pukat cincin winci, davit, skif boat. Selain itu, juga diperlukan alat bantu penangkapan seperti echo sounder, yaitu alat yang digunakan untuk mencari posisi schooling fish agar operasi penangkapan menjadi lebih efektif.
Kapal pukat cincin di atas 30 GT telah dilengkapi dengan alat bantu navigasi. Alat bantu navigasi yang minimal harus ada di atas kapal adalab gyro compass dan SSB. Radar dan gyro compass digunakan untuk mengetahui posisi dan SSB sebagai alat komunikasi.
Metode pengoperasian :
Pukat cincin (purse seine) dioperasikan dengan cara melingkari segerombolan ikan yang sebelumnya telah dideteksi keberadaanya. Penurunan (setting) dan penarikan (hauling) alat tangkap dilakukan pada sisi lambung bagian kanan kapal. Posisi kapal diatur sedemikian rupa agar jaring tidak terpintal pada baling-baling kapal. Setting berturut-turut dari salah satu ujung, bagian pelampung dan badan serta bagian bawah jaring sampai akhirnya pada bagian ujung sayap lainnya. Disela-sela penurunan jaring (setting) tersebut beberapa ABK menyisipkan cincin dan tali kerut pada ris bawah jaring yang telah dipasangi tali ring.
Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemasangan dan pelepasan cincin dan tali kerut, sehingga dengan demikian posisi jaring di atas kapal dapat diatur rapi dan mudah dioperasikan. Setelah semua jaring diturunkan, Iangkah selanjutnya adalah menarik tali kerut (purse line) dengan dibantu mein dan gardan. Diusahakan agar tali kerut terlebih dabulu menutup celah bagian bawah jaring dan pertemuan dua ujung sisi sayap sampai pelampung. Dalam kondisi yang demikian ikan-ikan tidak mungkin lagi lolos dari jebakan kurungan raksasa.
     Langkah selanjutnya adalah menarik secara bersama-sama bagian pelampung, badan jaring dan bagian bawah jaring (pemberat dan cincin), sehingga cekungan makin lama semakin menyempit. Dalam kondisi seperti ini ikan-ikan yang telah terkumpul mulai diserok (disekop) dan dimasukkan ke dalam palka setelah terlebih dahulu dibilas dengan air bersih. Akhir dari operasi penangkapan adalah semua bagian terangkat dan tersusun rapi di atas kapal. Seperti halnya jaring payang, penangkapan dengan pukat cincin ini dilengkapi dengan rumpon dan kadang menggunakan lampu untuk malam hari sebagai alat bantu penangkapan.
Daerah penangkapan
Operasi pukat cincin pada umumnya dilakukan di daerah yang masih subur dan bebas dari karang. Hasil tangkapan terutama untuk Jawa dan sekitarnya adalah layang (Decapterus spp), bentong (Caranx spp), kembung (Rastrelliger spp), lemuru (Sardinella spp) dan Iain-Iainnya.
Musim penangkapan
Musim penangkapan dari pukat cincin ini sepanjang tahun.


3.    Jaring Insang (Gill Net Fishing)
http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2012/05/gill-net-hanyut-300x184.jpg
Jaring insang merupakan jaring berben tuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama di sepanjang jaring. Dinamakan jaring insang karena berdasarkar cara tertangkapnya, ikan terjerat di bagian insangnya pada mata jaring. Ukuran ikan yang tertangkap relatif seragam.
Pengoperasian jaring insang dilakuka secara pasif. Setelah diturunkan ke perairan, kapal dan alat dibiarkan drifting, umumnya berlangsung selama 2-3 jam. Selanjutnya dilakukan pengangkat jaring sambil melepaskan ikan hasil tangkapan ke palka.
4.    TRAWL FISHING
Trawl adalah suatu jaring kantong yang ditarik dibelakang kapal menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal lainnya. Dalam SK Menteri Pertanian Nomor 503/KPTS/UM/1980 dijelaskan bahwa trawl didefinisikan sebagai jenis jaring yang berbentuk kantong yang ditarik oleh sebuah kapal bermotor dan menggunakan sebuah alat pembuka mulut jaring yang disebut gawang (beam) atau sepasang alat pembuka (otter board) dan jaring yang ditarik oleh dua kapal motor. Jenis jaring trawl dikenal dengan pukat harimau, pukat tarik, tangkul tarik, jaring tarik, jaring tarik ikan, pukat Apollo, serta pukat langgai. Sesuai dengan cara terbukanya mulut jaring, pada dasarnya trawl secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
  1. Otter trawl: terbukanya mulut jaring dikarenakan adanya dua buah papan atau otter board yang dipasang diujung muka kaki/sayap jaring yang prinsipnya menyerupai layang–layang.
  2. Beam trawl: terbukanya mulut jaring dikarenakan bentangan (rentangan) kayu pada mulut jaring.
  3. Pair trawl: terbukanya mulut jaring karena ditarik oleh dua buah kapal yang jalannya sejajar dengan jarak tertentu.
POLE AND LINE FISHING
Huhate atau pole and line khusus dipakai untuk menangkap cakalang. Tak heran jika alat ini sering disebut “pancing cakalang”. Huhate dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan.
Terdapat beberapa keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing. Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air.
Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan memancing.
Pemancing I adalah pemancing paling unggul dengan kecepatan mengangkat mata pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemaneing I diberi posisi di bagian haluan kapal, dimaksudkan agar lebih banyak ikan tertangkap.
Pemancing II diberi posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal. Sedangkan pemancing III berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau sudah lamban. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal.
            Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah teri.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar