MACAM-MACAM ALAT TANGKAP
IKAN
1. Tuna
Long Line
Rawai tuna atau tuna
longline adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan
rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner
biasanya mengoperasikan 1.000 – 2.000 mata pancing untuk sekali turun.
Rawai
tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera. Alat
tangkap ini bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah
pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan. sehingga kapal dan
alat tangkap akan hanyut mengikuti arah arus atau sering disebut drifting.
Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya mata pancing
diangkat kembali ke atas kapal.
Umpan
longline harus bersifat atraktif. misalnya sisik ikan mengkilat, tahan di dalam
air, dan tulang punggung kuat. Umpan dalam pengoperasian alat tangkap ini
berfungsi sebagai alat pemikat ikan. Jenis umpan yang digunakan umumnya ikan
pelagis kecil, seperti lemuru (Sardinella sp.), layang (Decopterus sp.),
kembung (Rastrelliger sp.), dan bandeng (Chanos chanos).
Unit Penangkapan Rawai
Tuna :
a. Alat Tangkap
a. Alat Tangkap
Alat
tangkap rawai tuna dioperasikan menggunakan kapal khusus rawai tuna yang
memiliki buritan cukup luas untuk pengoperasian rawai menggunakan line hauler.
Kapal yang digunakan berukuran yang bervariasi sekitar 30-600 GT. Ukuran kapal
tersebut menentukan jumlah hari trip penangkapan yang dilakukan.
Bahan pembuatan kapal ada yang terbuat dari kayu, FRP dan baja. Bahan kapal juga tergantung kepada ukuran besar kapal. Ukuran kapal lebih dari 150GT umumnya terbuat dari baja.
b. Alat Tangkap Rawai
Bahan pembuatan kapal ada yang terbuat dari kayu, FRP dan baja. Bahan kapal juga tergantung kepada ukuran besar kapal. Ukuran kapal lebih dari 150GT umumnya terbuat dari baja.
b. Alat Tangkap Rawai
pada dasarnya rawai tuna terdiri
atas 3 komponen utama, yaitu pelampung rangkaian tali temali dan pancing. Pada
pancing dilengkapi dengan umpan berupak ikan utuh jenis pelagis kecil yang
disukai ikan tuna. Jumlah pancing yang digunakan berkisar antara 800-2000
pancing dengan panjang rentang tali bisa mencapai ratusan kilimeter.
c. Alat bantu penangkapan
c. Alat bantu penangkapan
Alat bantu yang dipergunakan dalam pengoperasian
rawai tuna adalah lampu apung atau radio apung yang berfungsi sebagai
pendeteksi keberadaan atau posisi alat tangkap. Selain itu juga umumnya
dilengkapi dengan line hauler, line thrower, belt conveyor, penggulung tali cabang
dan peralatan oceanografi.
d. Kendala Operasional Rawai Tuna
d. Kendala Operasional Rawai Tuna
Usaha perikanan secara umum pada
tingkat operasional tentu saja akan mengalami berbagai kendala, begitu juga
dengan usaha perikanan rawai tuna. Beberapa kendala yang diamati oleh penulis
adalah penentuan lokasi daerah penangkapan yang tepat, penggunaan peralatan
tangkap dan peralatan pendukung lainnya, dan penangananan ikan hasil tangkapan.
Penanganan
ikan hasil tangkapan pada kapal rawai tuna ini umumnya sudah memenuhi standar
kualitas penanganan mutu yang diinginkan oleh konsumen. Namun demikian,
penanganan ikan pun membutuhkan keterampilan pemilahan ikan dari kail dan
penggunaan teknologi yang digunakan untuk menyimpan ikan. Solusi Operasional
Rawai Tuna yang Efektif dan Efisien Solusi usaha perikanan rawai tuna yang
efektif dan efisien bukanlah jawaban yang mudah. Namun demikian, penulis
mencoba membahas berdasarkan faktor-faktor kendala sebagaimana dijelaskan di
atas. Teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya tuna disesuaikan
dengan sifat dan tingkah laku ikan sasaran. Tuna (Thunnus spp.) dan ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan jenis ikan perenang cepat yang
bergerombol. Oleh karena itu, alat tangkap ikan menggunakan rawai tuna harus
disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
Umumnya tuna dan cakalang dapat tertangkap pada keldalaman 0-400 meter.
Salinitas perairan yang disukai berkisar 32-35 ppt atau di perairan oseanik dan
suhu perairan berkisar 17-31
C. Penentuan daerah penangkapan dengan tepat dapat dilakukan dengan dukungan
berbagai informasi dan bantuan teknologi yang terus berkembang selain dengan
secara visual langsung di perairan.
Penggunaan teknologi saat ini adalah
penginderaan jauh kelautan dan hidroakustik yang menentukan daerah penangkapan
dengan menganalisis secara fisika kimiawi perairan. Riani (1998) menngungkapkan
bahwa penggunaan teknologi sangat membantu dalam pencarian sumberdaya ikan yang
baru, sehingga akan mempercepat pengambila keputusan atau kebijakan, terutama
untuk menetapkan daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat dipertahankan.
Keterampilan ABK dalam penggunaan peralatan tangkap dan peralatan pendukung
lainnya merupakan tuntutan dalam pengoperasian rawai tuna di laut lepas.
Kemampuan tersebut diperlukan agar proses operasi mulai dari pencarian daerah
penangkapan ikan dapat segera diketahui menggunakan teknologi akustik dan
inderaja terbaru, penurunan dan pengangkatan rawai berhasil dengan baik,
penanganan ikan tangkapan juga memenuhi standar baku yang ditentukan oleh konsumen
2. Pukat
Cincin (Purse Seine Fishing)
Pukat cincin atau purse
seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin
atau gelang besi. Dewasa ini tidak terlalu banyak dilakukan penangkapan tuna
menggunakan pukat cincin, kalau pun ada hanya berskala kecil.
Pukat cincin
dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan.
Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line di
antara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk.
Kecepatan tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat meloloskan diri. Setelah ikan
berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan
menggunakan serok atau penciduk.
Pukat cincin dapat
dioperasikan siang atau malam hari. Pengoperasian pada siang hari sering
menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Sedangkan
alat bantu pengumpul yang sering digunakan di malam hari adalah lampu, umumnya
menggunakan lampu petromaks.
Konstruksi :
Dilihat dari
segi konstruksi maka bagian/komponen pukat cincin dapat dikelompokkan dalam 4
bagian besar yaitu: (1) badan jaring, (2) tali kerut, (3) cincin (ring) serta
(4) pelampung dan pemberat, (5) tali selambar.
Berdasarkan
Subani dan Barus (1989) konstruksi dari pukat cincin terdiri atas:
1. Bagian
jaring, nama bagian-bagian jaring ini belum mantap, tetapi ada yang membagi
menjadi 2 yaitu bagian tengah dan jampang. Namun yang jelas ia terdiri dari 3
bagian, yaitu: Jaring utama, bahan nilon 210 D/9, # 1 inci (1#) Jaring sayap,
bahan dari nilon 210 D/6, # 1 inci (1#); Jaring kantong, # 3/4 inci (3/4”).
2. Srampatan
(selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang fungsinya untuk
memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring.
Bagian ini langsung dihubungkan dengan tali temali. Srampatan dipasang pada
bagian atas, bawah dan samping dengan bahan dan ukuran mata yang sama, yakni PE
380 (12, # = 1 inci) (1”) sebanyak 20,25 dan 20 mata.
3.
Tali-temali.
4. Tali
pelampung, bahan PE, diameter 10 mm, panjang 420 m.
5. Tali ris
atas, bahan PE, diameter 6 mm dan 8 mm, panjang 420 m.
6. Tali ris
bawah, bahan PE, diameter 6 mm dan 8 mm, panjang 450 m.
7. Tali
pemberat, bahan PE, diameter 10 mm, panjang 450 m.
8. Tali
kolor, bahan kuralon, diameter 26 mm, panjang 500 m.
9. Tali
selambar, bahan PE, diameter 27 mm, panjang bagian kanan 38 m dan kiri 15 m.
10.
Pelampung, ada 2 pelampung dengan bahan yang sama yakni synthetic rubber (SR).
Pelampung Y-50 dipasang di pinggir kiri dan kanan 600 buah dan pelampung Y-80
dipasang di tengah sebanyak 400 buah. Pelampung yang dipasang di bagian tengah
lebih rapat dibanding dengan bagian pinggir.
11.
Pemberat, terbuat dari timah hitam sebanyak 700 buah dipasang pada tali pemberat.
12. Cincin,
terbuat dari besi dengan diameter lubang 11,5 cm, digantungkan pada tali
pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1 meter dengan jarak 3 meter setiap
cincin. Ke dalam cincin ini dilalukan purse line.
Kapal pukat
cincin adalah kapal yang secara khusus dirancang dan dibangun untuk digunakan
menangkap ikan dengan alat penangkap jenis pukat atau sering juga disebut pukat
cincin, dan sekaligus menampung, menyimpan, mendinginkan dan mengangkutnya.
Kapal pukat cincin ukuran 30-100 GT adalah kapal pukat cincin yang khusus dioperasikan
untuk menangkap ikan jenis pelagis yang selalu bermigrasi dalam bentuk
schooling fish, seperti ikan tongkol besar dan cakalang. Kekhasan kapal pukat
cincin terutama yang beroperasi pada waktu malam hari adalah pada bagian atas
kapal, sisi atas wheel house, dilengkapi dengan lampu-lampu merkuri.
Tiap kapal
pukat cincin ukuran di atas 30 GT seharusnya minimal dilengkapi dengan power
block yang berfungsi untuk membantu menarik jaring dari dalam air ke atas dek
kapal, atau di kapal-kapal pukat cincin Indonesia fungsi power block dapat
diganti dengan capstan yang dipasang di atas dek kapal. Alat bantu penangkapan
lainnya yang disarankan adalah pukat cincin winci, davit, skif boat. Selain
itu, juga diperlukan alat bantu penangkapan seperti echo sounder, yaitu alat
yang digunakan untuk mencari posisi schooling fish agar operasi penangkapan
menjadi lebih efektif.
Kapal pukat
cincin di atas 30 GT telah dilengkapi dengan alat bantu navigasi. Alat bantu
navigasi yang minimal harus ada di atas kapal adalab gyro compass dan SSB.
Radar dan gyro compass digunakan untuk mengetahui posisi dan SSB sebagai alat
komunikasi.
Metode
pengoperasian :
Pukat cincin
(purse seine) dioperasikan dengan cara melingkari segerombolan ikan yang
sebelumnya telah dideteksi keberadaanya. Penurunan (setting) dan penarikan
(hauling) alat tangkap dilakukan pada sisi lambung bagian kanan kapal. Posisi
kapal diatur sedemikian rupa agar jaring tidak terpintal pada baling-baling
kapal. Setting berturut-turut dari salah satu ujung, bagian pelampung dan badan
serta bagian bawah jaring sampai akhirnya pada bagian ujung sayap lainnya.
Disela-sela penurunan jaring (setting) tersebut beberapa ABK menyisipkan cincin
dan tali kerut pada ris bawah jaring yang telah dipasangi tali ring.
Hal ini dilakukan
untuk mempermudah pemasangan dan pelepasan cincin dan tali kerut, sehingga
dengan demikian posisi jaring di atas kapal dapat diatur rapi dan mudah
dioperasikan. Setelah semua jaring diturunkan, Iangkah selanjutnya adalah
menarik tali kerut (purse line) dengan dibantu mein dan gardan. Diusahakan agar
tali kerut terlebih dabulu menutup celah bagian bawah jaring dan pertemuan dua
ujung sisi sayap sampai pelampung. Dalam kondisi yang demikian ikan-ikan tidak
mungkin lagi lolos dari jebakan kurungan raksasa.
Langkah
selanjutnya adalah menarik secara bersama-sama bagian pelampung, badan jaring
dan bagian bawah jaring (pemberat dan cincin), sehingga cekungan makin lama
semakin menyempit. Dalam kondisi seperti ini ikan-ikan yang telah terkumpul
mulai diserok (disekop) dan dimasukkan ke dalam palka setelah terlebih dahulu
dibilas dengan air bersih. Akhir dari operasi penangkapan adalah semua bagian
terangkat dan tersusun rapi di atas kapal. Seperti halnya jaring payang,
penangkapan dengan pukat cincin ini dilengkapi dengan rumpon dan kadang
menggunakan lampu untuk malam hari sebagai alat bantu penangkapan.
Daerah
penangkapan
Operasi
pukat cincin pada umumnya dilakukan di daerah yang masih subur dan bebas dari
karang. Hasil tangkapan terutama untuk Jawa dan sekitarnya adalah layang
(Decapterus spp), bentong (Caranx spp), kembung (Rastrelliger spp), lemuru
(Sardinella spp) dan Iain-Iainnya.
Musim
penangkapan
Musim
penangkapan dari pukat cincin ini sepanjang tahun.
3. Jaring
Insang (Gill Net Fishing)
Jaring insang merupakan jaring berben tuk empat persegi
panjang dengan ukuran mata yang sama di sepanjang jaring. Dinamakan jaring
insang karena berdasarkar cara tertangkapnya, ikan terjerat di bagian insangnya
pada mata jaring. Ukuran ikan yang tertangkap relatif seragam.
Pengoperasian jaring insang dilakuka secara pasif.
Setelah diturunkan ke perairan, kapal dan alat dibiarkan drifting, umumnya
berlangsung selama 2-3 jam. Selanjutnya dilakukan pengangkat jaring sambil
melepaskan ikan hasil tangkapan ke palka.
4.
TRAWL FISHING
Trawl adalah suatu jaring
kantong yang ditarik dibelakang kapal menelusuri permukaan dasar
perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal lainnya. Dalam SK
Menteri Pertanian Nomor 503/KPTS/UM/1980 dijelaskan bahwa trawl didefinisikan sebagai jenis
jaring yang berbentuk kantong yang ditarik oleh sebuah kapal bermotor dan
menggunakan sebuah alat pembuka mulut jaring yang disebut gawang (beam)
atau sepasang alat pembuka (otter board) dan jaring yang ditarik oleh
dua kapal motor. Jenis jaring trawl dikenal dengan pukat harimau, pukat tarik,
tangkul tarik, jaring tarik, jaring tarik ikan, pukat Apollo, serta pukat
langgai. Sesuai dengan cara terbukanya mulut jaring, pada dasarnya trawl secara garis besar dapat dibagi
menjadi 3 macam, yaitu :
- Otter trawl: terbukanya mulut jaring dikarenakan adanya dua
buah papan atau otter board yang dipasang diujung muka kaki/sayap
jaring yang prinsipnya menyerupai layang–layang.
- Beam trawl: terbukanya mulut jaring dikarenakan bentangan
(rentangan) kayu pada mulut jaring.
- Pair trawl: terbukanya mulut jaring karena ditarik oleh dua
buah kapal yang jalannya sejajar dengan jarak tertentu.
POLE AND LINE FISHING
Huhate atau pole and line khusus dipakai
untuk menangkap cakalang. Tak
heran jika alat ini sering disebut “pancing cakalang”. Huhate dioperasikan
sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat
tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah
gerombolan ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan.
Terdapat beberapa
keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata pancing huhate tidak berkait
seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau
potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal
huhate mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang,
sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing. Kapal huhate umumnya
berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek,
terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer
adalah alat penyemprot air.
Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh
pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok
berdasarkan keterampilan memancing.
Pemancing I adalah pemancing paling unggul
dengan kecepatan mengangkat mata pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemaneing I diberi posisi di bagian haluan kapal,
dimaksudkan agar lebih banyak ikan tertangkap.
Pemancing II diberi
posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal. Sedangkan pemancing III
berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru belajar
memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau
sudah lamban. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan
dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena
dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal.
Umpan
yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar
ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan
mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya
dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk
mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan umpan
sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang
digunakan biasanya adalah teri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar